KOTA TANGERANG, RADAR24NEWS – Rabu (20/8) siang, halaman Pengadilan Negeri (PN) Kota Tangerang mendadak jadi panggung protes. Dari pengeras suara hingga spanduk bertuliskan perlawanan, ratusan orang meneriakkan satu nama: Charlie Chandra.
Sosok pengusaha itu baru saja divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim. Putusan terkait kasus pemalsuan dokumentersebut langsung memantik amarah, tangisan, sekaligus teriakan “tidak adil” dari keluarga maupun para pendukungnya.
Dari Kursi Sidang ke Jalanan

Di ruang sidang, ketukan palu hakim seakan memecah suasana. Keluarga Charlie menangis, sebagian pengunjung berteriak kecewa. Aparat pengadilan harus turun tangan menenangkan suasana.
Di luar, riuh massa tak kalah panas. Poster “Keadilan untuk Charlie” dan “Lawan Oligarki” mengepul bersama teriakan yel-yel. Polisi yang berjaga ketat sempat terlibat dorong-dorongan kecil dengan pengunjuk rasa, meski situasi tetap terkendali.
Ini Putusan Charlie Chandra PN Kota Tangerang
Charlie Chandra dinilai bersalah dalam kasus pemalsuan dokumen tanah seluas lebih dari 87 ribu meter persegi di Desa Lemo, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp270 juta dan menyeretnya pada Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.
Kuasa hukumnya, Ahmad Khozainudin, menuding vonis tersebut tak lepas dari intervensi pengembang besar.
“Ini putusan pesanan. Kemenangan oligarki hanya di atas kertas, tapi rakyat makin berani melawan,” ujarnya lantang.
Baca Juga: Sidang Perdana Charlie Chandra Digelar 2 Juni 2025
Gelombang Solidaritas Charlie Chandra PN Kota Tangerang
Sorakan massa makin menguat saat aktivis pesisir, Kholid Miqdar, berorasi.
“Kalau hukum sudah tak berpihak ke rakyat, berarti rakyat harus menciptakan hukumnya sendiri. Jangan diam, lawan!” teriaknya, disambut tepukan dan teriakan dukungan.
Di media sosial, tagar #LawanOligarki dan #KeadilanUntukCharlie langsung menduduki tren lokal. Dukungan muncul dari mahasiswa, petani, buruh, hingga kelompok nelayan.
Lanjut ke Banding
Meski dihantam vonis, tim kuasa hukum Charlie menegaskan tidak akan berhenti. Banding ke pengadilan lebih tinggi segera disiapkan, termasuk laporan ke Komisi Yudisial dan Komnas HAM.
“Ini bukan hanya perkara perdata, tapi juga soal hak rakyat yang terampas,” tambah Khozainudin.
Editor: Imron Rosadi