LEBAK, RADAR24NEWS—Hidup sebagai buruh di Kabupaten Lebak selama ini identik dengan perjuangan memenuhi kebutuhan pokok, dari dapur sampai biaya sekolah anak. Kini, ada kabar baru yang memberi harapan: subsidi rumah buruh Lebak lewat skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Dari Kontrak ke Rumah Sendiri
Rully Charuliyanto, Plt Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Lebak, mengatakan bahwa program ini menjadi angin segar bagi para pekerja. Melalui FLPP, buruh berpeluang memiliki rumah layak dengan skema KPR subsidi: bunga tetap, tenor panjang, dan persyaratan yang lebih terjangkau.
“Kami sudah sosialisasi bersama HRD perusahaan. Nantinya, mereka akan sampaikan langsung ke para pekerja. Jadi buruh bisa tahu bagaimana cara mengakses program ini,” jelas Rully, Minggu (24/8/2025).
Janji Pemerintah: Rumah untuk Semua
Program FLPP ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo yang menargetkan pembangunan 3 juta rumah. Meski alokasi resmi untuk Kabupaten Lebak masih menunggu kepastian, Rully menegaskan pemerintah daerah siap memfasilitasi.
“Alhamdulillah kita juga dapat bantuan irigasi perpompaan untuk pertanian, nah di sektor ketenagakerjaan juga ada FLPP ini. Intinya, pemerintah ingin memastikan buruh tidak hanya sekadar dapat gaji, tapi juga punya masa depan lewat kepemilikan rumah,” tambahnya.
Cerita Buruh: Dari Mimpi ke Kesempatan
Slamet (34), seorang buruh pabrik sepatu di Rangkasbitung, mengaku selama ini hanya bisa mengontrak rumah sederhana bersama istrinya dan dua anak.
“Gaji saya tiap bulan habis buat kebutuhan sehari-hari dan bayar kontrakan. Punya rumah sendiri itu kayak mimpi. Tapi kalau ada subsidi rumah kayak gini, saya jadi semangat coba daftar. Bayangkan, tiap bulan nyicil rumah sendiri, bukan lagi bayar kontrakan orang,” katanya dengan mata berbinar.
Hal senada diungkapkan Siti Mariam (29), buruh garmen asal Cibadak. Ia menilai program subsidi rumah buruh Lebak bisa jadi solusi jangka panjang untuk para pekerja perempuan yang selama ini ikut menanggung beban ekonomi keluarga.
“Kalau bisa punya rumah sendiri, hati juga lebih tenang. Anak-anak nanti punya tempat yang jelas buat tumbuh besar,” ujarnya lirih.
Harapan di Tengah Keterbatasan
Bagi banyak buruh, rumah subsidi ini bukan sekadar soal atap dan tembok. Ini soal harga diri, rasa aman, dan masa depan anak-anak.
Siti menutup dengan kalimat sederhana. “Kalau program ini beneran jalan, mungkin untuk pertama kali saya bisa bilang: ini rumah saya, bukan kontrakan,” ucapnya.
Editor: Imron Rosadi