LEBAK, RADAR24NEWS.COM-Di tengah terpaan cuaca ekstrem yang melanda Kabupaten Lebak, kisah pilu datang dari keluarga sederhana di Kampung Turus Elor, Desa Sukadaya, Kecamatan Cikulur Lebak, Banten. Sudah dua bulan terakhir, Reni Rohaeni (41) bersama suaminya Ahmad Supeji (45) dan tiga anaknya hidup di bawah tenda darurat setelah rumah mereka ambruk diterjang hujan deras dan angin kencang.
Rumah yang sebelumnya mereka tempati merupakan bangunan sederhana hasil susunan sisa material bekas kebakaran pada 2019 silam. Kini, sisa-sisa puing bangunan itu tinggal kenangan. Harapan untuk kembali tinggal di rumah yang layak pun pupus karena keterbatasan ekonomi.
“Kalau malam panas banget, anak-anak sampai nangis. Siang hujan, air masuk tenda. Malam takut ada ular, karena dekat hutan. Tapi kami enggak punya pilihan,” ujar Reni sambil menahan air mata, Sabtu (5/7/2025).
Baca Juga: Bukan Healing, Ini Inspeksi! Komnas HAM Blusukan ke Tambang Nikel Raja Ampat
Bertahan Hidup di Tenda Bantuan
Tenda yang mereka huni saat ini merupakan bantuan sementara dari Kementerian Sosial. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada bantuan tambahan, baik material bangunan maupun program rumah layak huni dari pemerintah daerah.
Ahmad, sang suami, sehari-hari berjualan es kopyor keliling. Penghasilannya hanya cukup untuk makan seadanya. Tak ada yang bisa disisihkan untuk membangun kembali rumah, apalagi menyekolahkan ketiga anak mereka. Bahkan anak sulung mereka yang sudah lulus SD terpaksa tak melanjutkan sekolah karena biaya harian yang tidak mampu ditanggung.
“Biar pun sekolah gratis, uang jajannya tetap harus ada. Kami enggak sanggup,” tambah Reni lirih.
Tak Tersentuh Bantuan Sosial
Yang lebih menyayat hati, keluarga ini mengaku tidak pernah terdaftar sebagai penerima bantuan sosial seperti PKH (Program Keluarga Harapan) atau BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). Padahal, kondisi mereka sudah masuk kategori rawan kemanusiaan.
“Kami cuma pengin rumah buat berteduh. Enggak perlu mewah, asal anak-anak bisa tidur enak dan enggak kepanasan atau ketakutan,” ujar Ahmad, sang kepala keluarga.
Harapan Terakhir dari Cikulur Lebak
Kini, harapan keluarga kecil ini bertumpu pada kemurahan hati pemerintah dan warga dermawan. Suara mereka mungkin tak lantang, tapi kisah hidup mereka menggambarkan kenyataan: bahwa di balik pembangunan dan kemajuan, masih ada warga di Cikulur Lebak yang hidup dalam ketidakpastian tanpa tempat tinggal.
Mereka tidak meminta banyak—hanya sedikit perhatian dan uluran tangan agar bisa kembali menjalani hidup dengan lebih manusiawi.
Editor: Imron Rosadi








































