KAB. TANGERANG, RADAR24NEWS.COM-Dinas Komunikasi dan Informatika atau Diskominfo Kabupaten Tangerang kembali menggelontorkan anggaran jumbo. Kali ini, sebesar Rp33 miliar kembali dikucurkan untuk pengadaan layanan internet di tahun anggaran 2025. Namun alokasi tersebut justru memunculkan tanda tanya besar. Apakah sudah ada hasil evaluasi dari proyek sebelumnya yang sempat disorot aktivis mahasiswa dan masyarakat?
Berdasarkan informasi dari Sistem Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) LKPP, anggaran itu terdiri dari dua paket besar. Pertama, pengadaan layanan internet last mile domestik 100 Mbps senilai Rp21 miliar. Layanan ini rencananya tersebar di 88 titik di wilayah Kabupaten Tangerang selama masa kerja 12 bulan. Kedua, belanja sewa internet selama periode yang sama, dialokasikan senilai Rp12 miliar.
Jejak Lama Belum Usai, Proyek Baru Muncul Lagi
Yang menjadi sorotan, proyek pengadaan internet oleh Diskominfo Kabupaten Tangerang bukan isu baru. Berdasarkan temuan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, pengadaan internet sebelumnya dikerjakan oleh PT PNI melalui kontrak multi-tahun sejak 2021 hingga 2025 dengan nilai total fantastis, yakni Rp105 miliar.
Masalahnya, hingga kini publik belum mendapat kejelasan apakah pelaksanaan proyek sebelumnya sudah diaudit secara menyeluruh atau justru menyimpan potensi kerugian negara. Bahkan, Kejati Banten mengonfirmasi bahwa laporan dari Kejaksaan Agung terkait proyek tersebut sudah mereka terima sejak 8 Desember 2024. Namun, meski dalam sorotan hukum, alokasi baru tetap berjalan.
Plt kepala Diskominfo Kabupaten Tangerang Enggan Merespon
Upaya konfirmasi terhadap Plt Kepala Diskominfo Kabupaten Tangerang, Prima Saras Puspa, hingga kini tidak membuahkan jawaban. Pesan dan panggilan wartawan tidak direspons. Pertanyaan krusial soal apakah proyek Rp33 miliar ini masih melibatkan PT PNI juga belum dijawab.
Baca Juga: Datangi Polres Tangerang, Massa PSHT Tuntut Anggota LSM Penusuk Satpam Segera Ditangkap
Desakan Aktivis: Audit dan Buka Data
Sejumlah aktivis mahasiswa dan LSM di Kabupaten Tangerang telah sejak tahun lalu melaporkan dugaan kejanggalan proyek internet ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Laporan ke Kejagung bahkan sudah masuk sejak 2 September 2024, sementara laporan ke KPK dilakukan organisasi berbeda pada akhir tahun.
“Anggaran sebesar itu harusnya mampu memberikan konektivitas internet yang merata dan berkualitas. Tapi masyarakat tak merasakan dampaknya. Jadi wajar jika publik bertanya-tanya ke mana uang sebesar Rp105 miliar itu digunakan,” Sekretaris Aliansi Mahasiswa Penegak Demokrasi (AMPD), Aziz Patiwara.
Tagar Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus ini menguatkan kembali desakan agar instansi pemerintah, khususnya yang mengelola anggaran besar dan berulang seperti Diskominfo, harus membuka data kepada publik. Tanpa transparansi dan akuntabilitas, potensi penyalahgunaan dana selalu terbuka lebar.
“Jika proyek sebesar ini tak mendapat pengawasan ketat, wajar jika publik menyimpulkan bahwa anggaran kembali dikucurkan meski luka lama belum sembuh,” pungkas Aziz.
Editor: Imron Rosadi