LEBAK, RADAR24NEWS.COM—Tradisi ratusan tahun yang sarat makna kembali menyapa tanah Lebak. Sebanyak 1.760 warga Suku Baduy, baik dari Baduy Dalam maupun Baduy Luar, melangkah kaki sejauh 50 kilometer dari Desa Kanekes menuju Pendopo Bupati Lebak di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, untuk melaksanakan ritual adat Seba Gede, Jumat (2/5/2025). Dengan pakaian adat dan membawa hasil bumi, mereka datang bukan hanya untuk silaturahmi, tetapi juga menyampaikan rasa syukur atas hasil panen kepada “Bapak Gede”, sebutan untuk pemimpin daerah.
Tradisi Seba Baduy, Simbol Kesetiaan dan Syukur
Seba Baduy bukan sekadar prosesi tahunan, melainkan wujud nyata kesetiaan masyarakat adat kepada pemerintah daerah. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lebak, Imam Rismahayadin, menjelaskan bahwa Seba Gede tahun ini mengangkat tema “Menjaga Budaya”, dan berkolaborasi dengan Paguyuban Sumedang Larang Banten.
“Seba adalah bentuk syukur atas hasil panen dan penghormatan kepada pemerintah. Ini tradisi turun-temurun sejak era Kesultanan Banten,” ujar Imam.
Dalam prosesi Seba, para warga membawa hasil bumi seperti padi, pisang, dan buah-buahan. Semuanya diberikan kepada pemimpin daerah sebagai simbol persembahan atas hasil alam yang mereka jaga tanpa bantuan teknologi modern.
Pemkab Lebak Apresiasi dan Dukung Pelestarian Budaya
Bupati Lebak Iti Moch Hasbi Asyidiki Jayabaya menyambut langsung kedatangan rombongan Seba Baduy di Pendopo dengan penuh penghormatan. Dalam sambutannya, ia menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya lokal.
“Masyarakat Baduy adalah benteng adat dan pelestari lingkungan. Kita patut belajar dari mereka tentang kesederhanaan, kemandirian, dan keteguhan memegang tradisi,” ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Lebak pun berencana menjadikan Seba Baduy sebagai agenda budaya nasional dan memperluas promosi wisata budaya berbasis komunitas adat.
Suara Warga: Jalan Panjang Demi Nilai Luhur
Di tengah rombongan, Jaja (55), warga Baduy Luar, mengaku sudah mengikuti tradisi Seba sejak remaja. Baginya, meski harus berjalan jauh, ini bukan beban, melainkan panggilan jiwa.
“Kami datang bukan karena diundang, tapi karena kewajiban adat. Kami harus menyampaikan bahwa hasil bumi tahun ini cukup baik, dan kami tetap setia pada aturan leluhur,” kata Jaja sambil menenteng keranjang bambu berisi hasil panen.
Baca Juga: Seba Baduy 2025 di Lebak Banten Digelar Awal Mei, Ini Jadwal Lengkapnya
Sementara itu, Itih (21), pemuda Baduy Dalam yang baru pertama kali ikut Seba, mengungkapkan rasa bangganya bisa menjalankan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun.
“Saya ingin teruskan tradisi ini. Walau capek, saya bangga bisa membawa nama Baduy sampai ke kota dan menunjukkan kami masih menjaga adat,” ungkapnya.
Menguatkan Identitas Budaya di Tengah Arus Modernisasi
Tradisi Seba bukan sekadar jalan kaki ribuan orang. Ini adalah langkah perlawanan terhadap hilangnya identitas budaya akibat derasnya arus modernisasi. Di tengah derasnya digitalisasi, masyarakat Baduy tetap memilih hidup selaras dengan alam, tanpa listrik dan teknologi.
Melalui Seba, mereka menyampaikan pesan kuat bahwa nilai luhur, kearifan lokal, dan spiritualitas masih hidup dan layak dijunjung tinggi oleh generasi muda bangsa.
Editor: Imron Rosadi
Temukan Berita Radar24News Google News