PANDEGLANG, RADAR24NEWS.COM–Di tengah hujan yang mengguyur dan genangan air menutupi lubang-lubang jalan, warga Kampung Malangsari, Desa Sukawaris, Kecamatan Cikeusik, masih harus melintas demi menyambung hidup. Janji manis kampanye yang pernah digaungkan di lapangan tarkam kini hanya menjadi gema masa lalu. Sementara roda kehidupan warga terus berjalan—melewati jalan yang rusak, licin, dan membahayakan nyawa.
“Saban hari nganter sayur, motor sering amblas. Kalau hujan, lebih milih dorong motor dari pada jatuh ke lubang,” ujar Yusril, warga Kampung Malangsari, Kecamatan Cikeusik saat menghubungi wartawan, Jumat (25/4/2025).
Menurut Yusril, kondisi jalan tersebut sudah lama dibiarkan rusak. Perbaikan terakhir hanya berupa pelapisan aspal tipis yang dilakukan sekitar tahun 2017 saat kepemimpinan Bupati Irna Narulita. Namun, perbaikan itu tidak bertahan lama.
Janji Politik yang Tak Pernah Terealisasi
Kekecewaan warga bukan hanya pada kondisi fisik jalan, tetapi juga pada janji politik yang tak kunjung ditepati. Yusril bahkan menyebut bahwa Wakil Bupati Pandeglang saat ini pernah berkampanye di lapangan sepak bola setempat dan menjanjikan pembangunan jalan tersebut.
“Itu jalan setiap tahun dipakai untuk turnamen sepak bola, acaranya rame dan sering dihadiri Bupati Pandeglang. Tapi tiap lewat sini, kami tetap harus bertaruh nyawa demi mencari nafkah untuk makan anak dan istri,” keluhnya dengan nada getir.
Baca Juga: Pemkab Pandeglang Dukung RKUD ke Bank Banten, Namun Soroti Kesiapan Infrastruktur Layanan
Harapan Warga: Jalan Layak, Bukan Janji Palsu
Warga berharap pemerintah daerah, khususnya Pemkab Pandeglang, segera mengambil tindakan nyata untuk memperbaiki infrastruktur jalan di wilayah tersebut. Mereka tak ingin janji politik hanya berhenti di baliho dan podium kampanye.
“Harusnya malu, setiap tahun lapang penuh saat perlombaan sepak bola, tapi jalan kesana. Sakali-sakali bupati datang dengan mengendarai motor, biar merasakan apa yang kami rasakan,” tutup Yusril.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Kerusakan jalan ini bukan hanya menjadi keluhan rutin. Ia telah mengganggu perekonomian masyarakat. Hasil pertanian yang dibawa ke pasar sering terlambat, bahkan rusak karena medan berat. Biaya transportasi pun melonjak karena kendaraan kerap rusak akibat jalan yang tak layak.
“Kami ingin hidup yang layak, cukup itu saja. Tapi kalau jalannya begini terus, mau maju bagaimana desa kami?” ujar Ucih, ibu rumah tangga yang setiap minggu membawa hasil kebun ke pasar kecamatan.
Editor: Imron Rosadi