KAB. LEBAK, RADAR24NEWS.COM-Di sudut Kampung Sukajadi yang tenang, suara langkah pelan seorang perempuan sepuh terdengar lirih menyusuri halaman rumah panggungnya. Dialah Marni, 90 tahun, tukang pijat tradisional yang tangannya telah mengobati ratusan orang, tapi hatinya sejak lama hanya terpaut pada satu tujuan: tanah suci Makkah. Setelah lebih dari empat dekade menabung dari hasil pijatan seikhlasnya, tahun ini, perjuangan panjang itu akhirnya berbuah manis. Marni bersiap menunaikan ibadah haji, memenuhi panggilan yang ia tunggu sejak 1980-an.
Perempuan yang akrab disapa “Emak Marni” ini bukan orang kaya, bukan pula Polisi Wanita (Polwan), Jaksa, wartawan atau pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia hanyalah tukang pijat kampung yang hidup bersahaja di Kampung Sukajadi, Desa Jatimulya, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Setiap hari, sejak awal 1980-an, Marni memijat warga di sekitar kampung. Tarifnya? Seikhlasnya. Terkadang hanya Rp100 ribu, kadang Rp50 ribu, bahkan seringkali tak dibayar sama sekali. Tapi Marni tak pernah mengeluh.
“Emak enggak matok harga, seikhlasnya aja. Kalau itu rejeki emak, pasti cukup,” ucapnya sembari tersenyum saat ditemui di rumahnya, Sabtu (19/4/2025) pagi.
Dengan penuh ketekunan, ia menyisihkan hasil jerih payahnya. Uang itu ia tabung perlahan, sedikit demi sedikit. Kadang lewat arisan, kadang cukup diselipkan dalam lipatan kain. Tak pernah besar jumlahnya, namun konsistensi Marni mengalahkan segalanya. Pada 2014, ia mendaftar haji. Dan kini, 11 tahun kemudian, namanya masuk dalam kloter kedua jemaah haji Kabupaten Lebak yang akan diberangkatkan pada 23 Mei 2025.
“Saya mulai mijit dari anak bungsu masih bayi, sekitar tahun 1980. Umurnya baru setahun waktu itu. Jadi kalau dihitung-hitung, sudah lebih dari 40 tahun saya mijit,” tutur Marni mengenang masa lalu dengan mata berkaca-kaca.
Meski usianya sudah 90 tahun, semangat Marni tetap menyala. Ia rajin ikut pengajian, menjaga kesehatan, dan tak henti bersyukur.
“Perasaan emak campur aduk, senang, haru, enggak nyangka juga. Emak pikir enggak bakal sampai waktunya. Tapi Allah Maha Besar,” ucapnya, lirih.
Prioritaskan Ibadah
Bagi Marni, berangkat haji bukan soal pencapaian duniawi, melainkan bentuk ketundukan kepada Sang Pencipta. Di usia senjanya, ia tak meminta lebih. Ia hanya ingin bersujud di tanah suci, berdoa untuk anak-anak, cucu, dan keturunan yang ia harap hidup penuh berkah.
“Emak cuma ingin bisa lihat Ka’bah, bisa bersyukur langsung di depan rumah Allah. Kalau nanti umur enggak sampai pulang pun, insyaAllah emak sudah ikhlas,” pungkasnya dengan mata berkaca-kaca.
Kisah Emak Marni Jadi Inspirasi Tetangga
Kisah Marni pun menginspirasi warga sekitar. Banyak tetangga yang menyebutnya sebagai “pahlawan kesabaran.” Tidak sedikit pula yang merasa bangga dan terharu atas pencapaian hidupnya.
“Beliau itu contoh nyata bahwa mimpi besar bisa diwujudkan dengan niat yang tulus dan sabar. Kami semua ikut bangga,” ujar Ibu Jubaedah, tetangga dekat Marni.
Penulis dan editor: Imron Rosadi