TANGERANG, RADAR24NEWS.COM–Ratusan buruh PT Dwi Naga Sakti Abadi melakukan aksi mogok kerja di depan ruang manajemen pabrik di Jurumudi Baru, Benda, Kota Tangerang, Senin (24/3/2025). Mereka menuntut pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) secara penuh sebelum Lebaran, setelah perusahaan mengumumkan kebijakan pencicilan.
Buruh Tuntut THR Dibayar Penuh
Para buruh yang awalnya bekerja seperti biasa sejak pagi mulai berkumpul sekitar pukul 12.00 WIB untuk menyuarakan aspirasi mereka. Salah satu buruh, Ilaholil, menyatakan bahwa kebijakan pencicilan THR ini sudah diterapkan sejak pandemi Covid-19. Sistem pembayaran bertahap tersebut dinilai merugikan para pekerja.
“Gaji kami sekitar Rp3 juta per bulan, dan THR seharusnya sebesar satu kali gaji. Namun, sejak pandemi, perusahaan membayarkannya dalam tiga tahap selama setahun. Bahkan, untuk tahun lalu, cicilan terakhir baru cair hari ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ilaholil mengungkapkan bahwa THR tahun ini dijadwalkan cair pada 28 Maret 2025, tetapi hanya sebesar 25 persen. Hal ini memicu aksi protes dan mogok kerja karena buruh menginginkan pembayaran penuh untuk memenuhi kebutuhan Lebaran.
Serikat Pekerja Desak Perusahaan
Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Kota Tangerang, Abu Bakar, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan negosiasi dengan manajemen perusahaan. Namun, hingga saat ini, perusahaan masih bersikeras dengan kebijakan pembayaran bertahap.
“Kami belum bisa menerima keputusan ini. Dengan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat dan banyaknya buruh yang ingin mudik, pencairan THR sebesar 25 persen jelas tidak cukup. Kami meminta perusahaan mencari solusi agar dapat membayar minimal 50 persen atau, idealnya, 100 persen sebelum Lebaran,” tegasnya.
Perusahaan Alami Penurunan Penjualan
Di sisi lain, perwakilan perusahaan, Basir, menyatakan bahwa kebijakan pencicilan THR dilakukan karena penurunan penjualan yang signifikan. Meski demikian, ia memastikan bahwa perusahaan tetap berupaya mempertahankan seluruh karyawan dan menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Penjualan kami menurun drastis. Dulu, produksi bisa mencapai ratusan ribu unit per bulan, tapi sekarang jauh di bawah target. Namun, kami tetap mempertahankan karyawan dan mencari cara agar perusahaan tetap berjalan,” jelasnya.
Editor: Imron Rosadi