LEBAK, RADAR24NEWS.COM–Fenomena pernikahan dini di Kabupaten Lebak semakin meningkat. Sepanjang tahun 2024, sebanyak 423 pasangan remaja tercatat menikah di usia muda. Mayoritas dari mereka berusia antara 15 hingga 19 tahun, menunjukkan tren peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Lonjakan Pernikahan Dini di Lebak
Hakim Pengadilan Agama (PA) Rangkasbitung, Gushairi, mengungkapkan bahwa angka pernikahan dini di Kabupaten Lebak terus meningkat secara signifikan dalam dua tahun terakhir. Jika pada tahun 2023 terdapat 39 perkara isbat nikah dengan 21 di antaranya merupakan pernikahan di bawah umur, maka pada tahun 2024 angka tersebut melonjak drastis menjadi 423 perkara.
“Tahun lalu, dari 39 perkara isbat nikah yang masuk, 21 di antaranya merupakan pernikahan di bawah umur. Tahun ini, jumlah isbat nikah meningkat tajam menjadi 423 perkara, dan sebagian besar adalah pasangan remaja,” ujar Gushairi dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).
Baca Juga: Mudik Malam di Jalur Minim PJU dan Jalan Berlubang! Ini Panduan dari Dishub Lebak
Penyebab Maraknya Pernikahan Dini
Pernikahan dini di Kabupaten Lebak terjadi karena berbagai faktor, antara lain tekanan sosial, budaya, serta kondisi ekonomi. Di sejumlah wilayah perdesaan, pernikahan dini masih dianggap sebagai solusi untuk menghindari pergaulan bebas dan menjaga kehormatan keluarga.
Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu pemicu utama. Banyak remaja yang putus sekolah memilih menikah lebih awal sebagai jalan keluar dari kondisi ekonomi yang sulit.
“Banyak pernikahan ini terjadi karena desakan keluarga dan lingkungan. Mereka berpikir bahwa menikah bisa menjadi solusi atas keterbatasan ekonomi atau mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” tambah Gushairi.
Dampak Negatif Pernikahan Dini
Pernikahan di usia remaja membawa berbagai dampak negatif, baik dari segi kesehatan, psikologis, maupun sosial. Berikut adalah beberapa risiko yang harus dihadapi pasangan muda:
1. Kesehatan
Risiko komplikasi kehamilan dan persalinan lebih tinggi pada perempuan yang masih dalam masa pertumbuhan.
Potensi gizi buruk pada ibu hamil dan bayi akibat kurangnya kesiapan fisik.
2. Psikologis dan Sosial
Minimnya kesiapan mental dan emosional sering kali menyebabkan konflik rumah tangga.
Banyak pernikahan muda berakhir dengan perceraian karena kurangnya pemahaman dalam membangun hubungan yang sehat.
3. Pendidikan dan Ekonomi
Sebagian besar pasangan muda terpaksa berhenti sekolah setelah menikah.
Kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak akibat kurangnya keterampilan dan pendidikan yang memadai.
“Banyak pasangan muda yang belum siap mental dan ekonomi, sehingga dalam beberapa tahun pernikahan mereka bermasalah dan akhirnya berpisah,” ujar Gushairi.
Upaya Pencegahan dan Solusi
Untuk menekan angka pernikahan dini, diperlukan langkah-langkah strategis dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga pendidikan, serta organisasi sosial. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain:
1. Sosialisasi dan Edukasi
Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak negatif pernikahan dini melalui seminar dan workshop.
Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pengembangan keterampilan bagi remaja.
2. Regulasi yang Lebih Ketat
Pemerintah perlu memperketat regulasi terkait dispensasi pernikahan dini untuk meminimalkan praktik tersebut.
Pengawasan lebih ketat terhadap pernikahan siri yang sering kali melibatkan anak di bawah umur.
3. Dukungan Ekonomi dan Keterampilan
Memberikan akses lebih luas bagi remaja untuk mendapatkan pelatihan keterampilan dan bantuan usaha mandiri.
Menyediakan program beasiswa bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu agar mereka tetap melanjutkan pendidikan.
“Kami berharap masyarakat lebih sadar akan dampak negatif pernikahan dini. Edukasi dan pendampingan bagi remaja sangat penting agar mereka memiliki masa depan yang lebih baik,” tutup Gushairi.
Editor: Imron Rosadi