JAKARTA, RADAR24NEWS.COM-–Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 265 kasus kekerasan seksual terhadap anak sepanjang tahun 2024. Kasus-kasus tersebut banyak terjadi di lingkungan pendidikan dan lembaga pengasuhan alternatif. Secara keseluruhan, KPAI menerima 2.057 laporan pengaduan terkait berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak anak sepanjang tahun lalu.
Komisioner KPAI, Dian Sasmita, mengungkapkan bahwa dari total 265 kasus kekerasan seksual terhadap anak, sebanyak 53 kasus sudah dalam tahap pengawasan, sementara sisanya dirujuk ke lembaga layanan untuk pendampingan dan penanganan lebih lanjut.
“Banyak kasus yang terhambat dalam akses keadilan dan pemulihan bagi korban. Selain itu, masih ada aparat yang belum memahami Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta hak-hak anak, sehingga penanganan sering kali tidak maksimal,” ujar Dian dalam konferensi pers di kantor KPAI pada Selasa (11/2/2025), diterbitkan Rabu (12/2/2025).
Lebih lanjut, Dian menyoroti masih maraknya upaya damai dalam kasus kekerasan seksual, yang jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku. Ia juga mengungkapkan bahwa keterbatasan layanan pengaduan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menjadi tantangan serius dalam perlindungan anak.
“Kami menemukan bahwa di beberapa daerah, kekerasan seksual terhadap anak masih dinormalisasi. Ini membuat banyak kasus tidak pernah sampai ke proses hukum,” tegasnya.
Baca juga: Dana Desa Rp71 Triliun Diawasi Ketat, Kejagung Luncurkan Aplikasi Monitoring
2.057 Laporan Sepanjang 2024, Kekerasan dalam Keluarga Mendominasi
Dari 2.057 pengaduan yang masuk ke KPAI pada 2024, 1.097 kasus terkait lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, menjadikannya isu paling dominan. Sementara itu, kekerasan seksual terhadap anak menyumbang 265 kasus, disusul dengan kasus-kasus lain seperti:
🔹 Anak dalam pemenuhan pendidikan, pemanfaatan waktu luang, budaya, dan agama (241 kasus)
🔹 Anak korban kekerasan fisik dan psikis (240 kasus)
🔹 Anak korban pornografi dan kejahatan siber (40 kasus)
Kasus kekerasan terhadap anak juga menyasar berbagai kelompok usia. Balita (1–5 tahun) menjadi kelompok korban terbanyak, dengan 581 kasus, diikuti oleh:
🔸 15–17 tahun (409 kasus)
🔸 6–8 tahun (378 kasus)
🔸 12–14 tahun (368 kasus)
🔸 9–11 tahun (342 kasus)
KPAI Terhambat Efisiensi Anggaran Pemerintah
Sementara itu, Komisioner KPAI Sylvana Maria A mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran oleh pemerintah berdampak signifikan terhadap efektivitas pengawasan KPAI.
“Saat ini, KPAI tidak memiliki anggaran sepeser pun untuk menjalankan fungsi pengawasannya. Ini tantangan besar bagi kami,” tegas Sylvana.
KPAI berada di bawah naungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), yang termasuk dalam daftar kementerian yang mengalami pemotongan anggaran.
“Yang terkena pemotongan justru kementerian yang menangani isu perempuan dan anak, seperti KemenPPPA, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial,” ujarnya.
Komisioner KPAI Kawiyan menilai bahwa pemerintah perlu lebih selektif dalam melakukan efisiensi anggaran.
“Pemotongan anggaran tidak boleh dilakukan secara ekstrem terhadap lembaga yang memiliki tugas kritis seperti KPAI. Jika anggaran pengawasan dipangkas hingga 0 persen, bagaimana kami bisa maksimal dalam melindungi anak-anak?” katanya.
Kebijakan efisiensi anggaran ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang penghematan anggaran kementerian dan lembaga. Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan penghematan sebesar Rp 256,10 triliun, yang mencakup belanja operasional dan non-operasional, tetapi tidak termasuk belanja pegawai dan bantuan sosial (bansos).
Penulis: Imron
Editor: Imron Rosadi
Temukan Berita Radar24News.com di Google News, Saluran WahtsApp, Saluran Telegram